Laman

Sabtu, 22 Maret 2014

Cerpen Tentang Nasionalisme



Cerita Untuk Rachel

            Pagi itu, Rachel, Sarah, dan Risa berbincang dengan penuh semangat di dalam kelas. Wajah ketuganya tampak cerah dan sangat ceria. Semua itu karena mereka akan menonton konser “Girls Generation” secara langsung. Maklum saja, ketiganya sangat menyukai segala hal yang berbau Korea, dan Girls Generation merupakan salah satu idola mereka.
            “Kakak ku. sudah beli tiket nih!!!. Nanti sore, kalian ke rumahku ya!. buat ambil tiketnya...” ujar Rachel.
            “Pasti dong! Oh ya, bilang ke kakakmu ya, ‘Terima kasih buat tiketnya’... “ jawab Sarah bersemangat.
            “Iya nih.... iya kalau konser band lokal, ini kan konsernya SNSD!!. Aku jadi nggak sabar deh!” timpal Risa tak kalah bersemangat.
            “Oke... oke...! oh ya, pelajaran pertama hari ini apa sih?” tanya Rachel.
            “Pelajaran pertama... ehm, oh iya.. PKN!. Terus pelajaran berikutnya Bahasa Indonesia. Kenapa sih?” jawab Risa:
            Rachel mendesah, “Aduuuh, PKN? Ngantuk nih!” keluhnya.
            “Iya... sudah pelajaran PKN, setelahnya pelajaran Bahsa Indonesia! Kenapa ya, sekolah kita nggak ada pelajaran Bahasa Korea nya? Asyik deh pastinya... ada pelajaran bahasa asing juga, pelajaran Bahasa Perancis!. Siapa sih, yang punya cita-cita pergi ke perancis,terus tinggal disana? Nggak ada kan?!” tambah Sarah.
            KRING.... KRING.... KRING....
            Bel sekolah tanda pelajaran pertama berbunyi, yang membuat kekusutan masalah pelajaran di otak Rachel dan teman-temannya semakin kusut.
            Beberapa menit kemudian, pak Irfan yang menjadi guru PKN masuk ke kelas Rachel.
            “Pagi anak-anak !” sapa pak Irfan.
            “Pagi pak!” semua siswa di kelas itu masih sibuk mengambil buku, menggeser meja, dan sebagainya, sementara pak Irfan diam menunggu kelas diam.
            “Diiih, belum apa-apa sudah ngantuk nih...” ujar Rachel, merengut.
            “Iya nih! Oh ya, nanti aku ke rumahmu buat ambil tiket jam berapa?” timpal Risa.
            “jam 5 sore ya, aku tunggu lho. Awas kalau telat. Kalian biasanya lama sih!” jawab Rachel.
            “Tiket apa sih?” tanya Tasya yang duduk di samping Risa.
            “Itu lho, konsernya SNSD... Aku, Sarah, sama Risa mau ninton. Kita sudah beli tiket lho. VIP lagi!” Jawab Rachel bangga.
            “Duuh, segitunya juga sih para KPOPers!” ujar Tasya mencibir:.
            “Biar dong! Terus kenapa?” tanya Sarah sewot.
            Tiba-tiba pak Irfan mengetuk-etuk meja, membuat kelas terdiam seketika.
            “Nah anak-anak... sepertinya kalian tampak tidak begitu berminat untuk membahas semua dasar hukum, pasal-pasal, dan lainnya hari ini, jadi bapak akan bercerita sedikit untuk kalian....
            Cerita ini merupakan kisah nyata tentang kakak kelas kalian yang sudah lulus beberapa tahun yang lalu. Namanya Vicky. Dia selalu meraih peringkat pertama di kelasnya. Nah, akhirnya setelah lulus dari sekolah ini, dia mendapat beasiswa dari pemerintah untuk kuliah di Korea Selatan...” ujar pak Irfan, yang membuat Rachel, Sarah, dan Risa mendongak begitu mendengar “Korea Selatan” disebut.
            “Di Korea pun, Vicky tetap berprestasi, bahkan mengalahkan mahasiswa Korea sendiri.
            Akhirnya dia mendapat tawaran pekerjaan dari pemerintah Korea, dengan syarat dia harus tetap tinggal di Korea.” Lanjut pak Irfan.
            “Aduuh... enaknya,” bisik Rachel kepada Sarah.
            “Tetapi tawaran menarik itu ditolaknya. Padahal gaji pekerjaan itu mencapai Rp.10.000.000 per bulan. Dan ternyata alasan Vicky menolaknya, karena pekerjaan menarik itu mengharuskannya menetap di Korea, sedangkan dia bisa bersekolah di Korea kan, berkat beasiswa pemberian pemerintah Indonesia, dengan tujuan, agar dia bisa bermanfaat bagi negara. Jika dia menerima pekerjaan itu, berarti Vicky sama saja dengan melupakan Indonesia.” Pak Irfan terdiam sejenak.
            “Hmmm... lebay banget sih...!. Cuma gara-gara beasiswa, jadi ditolak deh pekerjaannya!” sungut Rachel sebal. Tasya yang mendengarnya, hanya menggelengkan kepalanya saja.
            “Jadi, inti kisah ini adalah.... rasa nasionalisme itu, bukan bagaimana kecerdasan kalian dalam mengingat nama-nama pahlawan saja, atau seberapa merdu suara kalian dalam menyanyikan lagu Nasional. Rasa Nasionalisme itu, bagaimana caranya agar kalian dapat berguna, selalu menghormatai sejarah dan negara ini...” lanjut pak Irfan.
            “Nah, Rachel.... dengerin tuh! Ingat sama negaranya, jangan ingat lagu Korea terus!” sindir Tasya, membuat Rachel diam.

            6 tahun kemudian....

            “Rachel... !. kau yakin akan kembali ke Indonesia lagi?. Karirmu  sangat bagus di Perancis. Kenapa harus kembali?” tanya Fleur, rekan kerja Rachel.
            “Ya... aku sudah memikirkannya secara matang. Aku pikir, mungkin aku akan lebih berguna jika kembali ke Indonesia...” jawab Rachel seraya tersenyum.
            “Kalau begitu, aku berharap semoga kau tetap sukses nantinya. Jaga dirimu baik-baik... “ ujar Fleur.
            “Baiklah, aku akan mengunjungimu liburan musim panas nanti... selamat tinggal, Fleur!” balas Rachel.
            Inilah potret diri Rachel saat ini. Sukses menjadi perancang terkenal di Perancis, tidak membuatnya lupa dengan negaranya. Karena Rachel selalu mengingat cerita pak Irfan, cerita inspiratif tentang Vicky, kakak kelasnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar